Kenapa aku harus menunggu lagi??
Hari-hari
kulalui dengan berusaha untuk selalu menyibukkan diriku dengan kesibukan yg
entah kesibukan serius atau kesibukan yg menghibur dengan tujuan agar aku
melupakan perasaanku tentang pernikahan. Bagiku, cinta tak penting dalam
memulai sebuah ikatan yg disebut pernikahan. Aku tak peduli apakah dia
mencintaiku, atau aku mencintainya. Aku hanya ingin memulai kehidupanku dalam
sebuah ikatan suci dengan seseorang, bukan nafsu yg kuharapkan dalam ikatan
ini, tapi hanya karena Allah. Aku ingin beribadah sepenuhnya, aku ingin
memuliakan suamiku, membahagiakannya, menuruti kemauannya, tidak membantah
perintahnya, melahirkan, merawat dan mendidik anak-anaknya, membesarkan, dan
hidup bahagia dengan keluarga kecilku… itulah harapanku.
Untuk
saat ini, aku sedang dalam sebuah ikatan pertunangan dengan seseorang. Mau
tidak mau harus kuakui aku kagum padanya. Kagum akan kesetiaannya padaku selama
8 tahun kami pernah menjalani sebuah ikatan dan membuat sebuah komitmen untuk
menikah di masa depan. Ya, 8 tahun silam kami membuat janji itu. Dulu, aku
sangat mencintainya, jauh sebelum dia mencintaiku. Satu tahun lamanya dia
mengabaikanku, dan menjalin hubungan dengan temanku. Hingga akhirnya dia
menyadari keberadaanku. Kami bersama, ya, bersama selama 8 tahun. Tanpa ujung,
tanpa tujuan, tanpa progress, mau dibawa kemana hubungan ini?? Kalau bukan dia
yang memulai, aku tak bisa berbuat apapun. Hingga akhirnya aku benar-benar
merasa lelah dan capai dengan semua ini. Ya, aku pernah mengalami masa dimana
aku tak punya perasaan apapun, ilfeel, bosan, hambar, dan aku rasa…. Ini bukan
cinta. Aku berpindah ke lain hati tanpa sepengetahuannya, aku meninggalkannya
begitu saja, mencampakkannya, membuangnya dengan kejam, berpuluh-puluh pesan darinya
aku abaikan, nomor henfonnya kuhapus dari memoriku. Aku abaikan dia selama 8
bulan, aku berhubungan dengan teman lamaku, teman masa kecilku, temanku yg
tidak sedikit orang yg bilang bahwa dia tampan, manis. Perempuan mana yg tidak
jatuh cinta bila mendapat rayuannya. Ya, temanku masa kecilku ini amat sangat
jago menarik perhatian perempuan. Termasuk aku. Dan saat inilah aku mengalami
rasa sakit hati yg begitu dalam karenanya. Dia merayuku, memanggilku sayang,
memberiku pesan setiap hari, terkadang menelfonku , tiap kata yg dia ucapkan
padaku selalu manis dan menyentuh titik hatiku, hingga aku benar2 mencintainya
dan melupakan orang yg sekarang menjadi tunanganku. Entah ini karma atau tidak.
Teman masa kecilku hanya mempermainkanku, dia mengangkatku terbang tinggi lalu
menjatuhkanku dengan kerasnya hingga aku terjatuh sekeras-kerasnya, tulang2ku
patah dan aku tak kuat lagi, bahkan untuk bangkitpun aku tak mampu. Rasanya sakit,
perih, menusuk hati, pisau yg dia goreskan menghunus jantungku hingga aku sesak
nafas, tangisku hampir tiap malam. Aku bagaikan seseorang yg kehilangan jalan
pulang. Aku benar2 tak tahu kemana aku harus berjalan.
Seiring
berjalannya waktu, perasaanku mulai terkendali, aku mulai bisa melupakan teman
masa kecilku, tapi aku tetap tak bisa membencinya, ketika aku mengingat
senyumnya untukku, aku selalu tersenyum… meski hatiku perih jika mengingat hal
itu. Aku berusaha untuk menyibukkan diri, mengikuti tes ini itu untuk pengajuan
kuliah master. Ya, karena mungkin dari awal niatku sudah salah, bukan untuk
mencari ilmu tapi untuk menghibur diri, untuk menyibukkanku sesibuk mungkin.
Aku salah, dan my proposal has been rejected.
Hubunganku
dengan kekasih 8 tahunku mulai membaik, meski jujur, aku tidak yakin bahwa aku
mencintainya. Aku yang sekarang bukan aku yang dulu, memang seharusnya aku
seperti itu, karena perasaanku masih tidak karuan jika mengingat rasa sakit yg
kualami krn dipermainkan teman masa kecilku. Dengan adanya pengalaman ini, aku
sangat bersyukur kami berpisah, karena dari sini aku tau kelebihan seorang
kekasihku yg amat sangat setia kepada seorang perempuan, sedangkan teman masa
kecilku hanya suka bermain-main dengan perempuan sesuka hatinya. Ya, lelaki
setampan itu, sejantan itu, hanya bisa memaikan boneka Barbie, mainan anak
perempuan.
Lucunya,
bukan hanya aku yang dia jadikan Barbie.
Aku
sudah tidak bisa mencintai siapapun, aku sudah tidak menginginkan cinta dari
siapapun. Bagiku cinta itu tidak penting, yang paling penting adalah hubungan
dengan semua orang berjalan dengan baik. Tidak ada sakit hati, tidak ada yg
ditinggalkan atau meninggalkan. Aku benar-benar tidak ingin mencintai siapapun,
termasuk tunanganku saat ini.
Ya!!
Aku bertunangan. Bermula saat hubungan kami mulai membaik, dia memintaku kepada
orang tuaku dengan baik-baik. Keluargaku pun menerimanya dengan baik. Tapi aku,
aku tak bisa sepenuhnya mencintai tunanganku. Aku masih sedikit membencinya,
karena bertahun-tahun lamanya tidak ada progress dalam hubungan kami. Hingga
tiba saat ini. Bukankah seharusnya aku bahagia?? Tidak!!! Aku yg sekarang bukan
aku yang dulu. Aku tidak ingin cinta… aku hanya ingin sebuah ikatan pernikahan
yang serius. Aku hanya ingin mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT melalui sebuah
ikatan pernikahan, seperti yang sudah kutulis sebelumnya.
Tapi
setelah ikatan pertunangan ini terjadi, apa yang kudapat?? 1 tahun kedepan aku
harus menunggunya sampai dia benar2 mengucapkan akad itu. Satu tahun??? Selama
itukah aku harus menunggu?? Belum puaskah 8 tahun untuk menjalaninya???? Harus
9 tahun kah yg kulalui untuk menunggunya mengucapkan akad nikah? Betapa hatiku
sakit menerima semua ini. 8 tahun sudah aku bersabar. Masih ada satu tahun lagi
masaku untuk bersabar?? Sejenak memang menyakitkan…
Ingin
rasanya aku membatalkan pertunangan dengannya, dan memilih seseorang yg kukenal
lewat situs jejaring sosial yg juga serius denganku, bahkan jika kuizinkan, dia
akan menikahiku secepatnya. Meski aku sama sekali tidak mencintainya. Meski
kupikir, wajahnya tidak terlalu tampan. Kerjanya juga tak terlalu menjanjikan. Aku
bisa saja membatalkan pertunanganku, toh aku tidak mencintai siapapun saat ini.
Karena aku sudah bertekad, aku sudah yakin, bukan cinta yang terpenting untuk
memulai sebuah ikatan suci pernikahan. Aku hanya ingin kehidupan baru… hidup
dengan keluarga kecilku dengan bahagia…
Pada
akhirnya, aku dan tunanganku saling diam membisu, tanpa ada sepatah katapun,
tanpa ada koneksi. Aku yakin dia memilih untuk diam, karena jika dia
menghubungiku, yang ada hanyalah pertengkaran yg terjadi. Aku pun memilih untuk
diam. aku tidak akan menunggunya, aku hanya akan diam, sampai hari itu tiba…
karena aku bisa berubah pikiran.
-----Semoga bisa dijadikan pelajaran-----
0 comments:
Post a Comment